Sabtu, 08 Oktober 2011

MAKALAH KEPERAWATAN PART III



           (MALPRAKTEK  KEPERAWATAN)
                                  

Description: Quantcast                      DI SUSUN
                        OLEH :
NAMA :WANHOE
NIM     : 087614



                          BULUKUMBA
                              2011/2012

               KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Malpraktek Dalam Keperawatan”.

Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian “Malpraktek Dalam Keperawatan” atau yang lebih khususnya membahas penerapan pengertian Malpraktek Dalam Keperawatan, dan upaya pencegahan malpraktek. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Malpraktek Dalam Keperawatan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin..

PENULIS






DAFTAR ISI
Sampul........................................................................................................................................ i
Kata Pengantar.......................................................................................................................... ii
Daftar Isi.................................................................................................................................... iii
Bab I Pendahuluan.................................................................................................................... 1
1.      Latar Belakang.............................................................................................................. 1
2.      Rumusan Masalah........................................................................................................ 2
3.      Tujuan............................................................................................................................ 2
Bab II Pembahasan................................................................................................................... 3
A.     Definisi Malpraktek...................................................................................................... 3
B.     Malpraktek Keperawatan............................................................................................ 5
C.     Bidang Pekerjaan Perawat Yang Beresiko Melakukan Kesalahan........................... 6
D.    Contoh Malpraktek Keperawatan & Kajian Etika Hukum........................................ 9
E.     Malpraktek Serta Gugatannya.................................................................................... 10
F.      Tips Menghindari Malpraktek Keperawatan.............................................................. 15
Bab II Penutup........................................................................................................................... 22
A.     Kesimpulan.................................................................................................................... 22
B.     Saran ............................................................................................................................. 23
Daftar Pustaka.......................................................................................................................... 24


BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini merupakan suatu perubahan yang sangat mendasar dan konsepsional, yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik aspek pelayanan atau aspek-aspek pendidikan,  pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam keperawatan.
Undang-undang No. 23 Tahun 1992 telah memberikan pengakuan secara jelas terhadap tenaga keperawatan sebagai tenaga profesional sebagaimana pada Pasal 32 ayat (4), Pasal 53 ayat (I j dan ayat (2)). Selanjutnya, pada ayat (4) disebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Perkembangan keperawatan menuju keperawatan profesional sebagai profesi di pengaruhi oleh berbagai perubahan, perubahan ini sebagai akibat tekanan globalisasi yang juga menyentuh perkembangan keperawatan professional antara lain adanya tekanan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang pada hakekatnya harus diimplementasikan pada perkembangan keperawatan professional di Indonesia. Disamping itu dipicu juga adanya UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan UU No. 8 tahun 1999 tentang perkembangan konsumen sebagai akibat kondisi sosial ekonomi yang semakin baik, termasuk latar belakang pendidikan yang semakin tinggi yang berdampak pada tuntutan pelayanan keperawatan yang semakin berkualitas.
Dalam menjalankan tugas keprofesiannya, perawat bisa saja melakukan kesalahan yang dapat merugikan klien sebagai penerima asuhan keperawatan,bahkan bisa mengakibatkan kecacatan dan lebih parah lagi mengakibatkan kematian, terutama bila pemberian asuhan keperawatan tidak sesuai dengan standar praktek keperawatan.kejadian ini di kenal dengan malpraktek.
Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku norma etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice.
2.    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas berdasarkan latar belakang diatas adalah bagaimana tentang tenaga keperawatan sebagai tenaga profesional dan bagaimana seorang perawat mengatasi malpraktek dalam keperawatan.
3.    Tujuan
Tujuan makalah ini disusun adalah agar para pembaca dapat memahami bagaimana cara menghindari malpraktek dalam keperawatan dan mengetahui hukum-hukum keperawatan.

BAB II
PEMBAHASAN
A.          DEFINISI MALPRAKTEK

Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti salah sedangkan “praktek” mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Malpraktek juga dapat diartikan sebagai tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau mematuhi aturan yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip transparansi atau keterbukaan,dalam arti, harus menceritakan secara jelas tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lainnya yang diberikan.
Malpraktek mengacu pada tindakan kelalaian yang dilakukan oleh seseorang yang terlibat dalam proses atau pekerjaan yang sangat membutuhkan keterampilan tehnis atau profesional. Unsur bukti malpraktik keperawatan adalah (1) tugas perawat terhadap klien untuk memberikan perawat dan mengikuti standar yang dapat diterima, (2) pelanggaran tugas yang dilakukan oleh perawat, (3) cedera yang terjadi pada klien, dan (4) hubungan kausal antara pelanggaran tugas dan cedera yang disebabkan oleh pelanggaran tersebut. Seorang perawat dapat dituntut melakukan malpraktik jika perawat melakukan klien saat melakukan prosedur dengan cara yang berbeda dari cara yang akan dilakukan perawat lain.
Tuntutan malpraktik dapat disebabkan oleh hasil akhir pasien yang tidak diharapkan atau cedera yang terjadi akibat pasien jatuh, kesalahan dikamar operasi, kesalahan pengobatan, atau tindakan pengabaian lainnya yang dilakukan oleh pemberi perawatan kesehatan. Menurut institute of medicene (IOM), 44.000 sampai 98.000 kematian terjadi karena kesalahan medis tiap tahunnya. (kohn, 2000). Laporan ini menyarangkan pembentukan sistem laporan kesalahan medis yang dimandatkan termaksud pusat keamanan pasien nasional. Sistem pelaporan dan pusat keamanan akan bekerja sama untuk mengurangi kesalahan sistem. Untuk menciptakan sistem ini, kesalahan harus didefinisikan IOM mendefinisikan kesalahan sebagai kegagalan menyelesaikan tindakan perencana sesuai yang diharapkan atau penggunaan rencana yang salah untuk mencapai suatu tujuan (kohn 2000) dalam persidangan, kesalahan tidak selalu disamakan dengan liyabilitas legal. Oleh karena itu, kesalahan penilaian tidak harus memiliki untuk mengabaikan profesional.
Perawat bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri, mereka adalah praktisi independen ataupun pegawai dari suatu institusi kesehatan. Deskripsi malprakrik tidak menyeutkan tentang maksud yang baik; perawat tidak bermaksud menjadi lalai adalah hal yang tidak relevan. Jika seorang perawat memberikan obat yan tidak benar, meskipun dengan maksud yang baik, fakta bahwa perawat gagal membaca label dengan benar dengan mengindekasikan malpraktik jika semua kondisi pengabaian terpenuhi
Tindakan keperawatan yang melindungi perawat dan klien
E Ketahui deskripsi kerja anda
E Ikuti kebijakan dan produser di institusi tempat anda bekerja
E Selalu mengidentifikasikan klien sebelum mengimplementasikan tindakan keperawatan
E Laporkan semua kejadian atau kecelakaan yang terkait dengan klien
E Pertahankan potensi kliniks anda
E Kenali kekuatan dan kelemahan anda
E Pertanyakan setiap program yang dipertanyakan klien
E Pertanyakan setiap program jika kondisi klien telah berubah sejak program tersebut ditulis
E Pertanyakan dan catat program lisan untuk menghindari kesalahan komunikasi

B.     MALPRAKTEK KEPERAWATAN

Vestal, K.W. (l995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila pengguagat dapat menunujukkan hal-hal dibawah ini :
a.       Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu, kewajiban mempergunakan segala ilmu fan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi.
Hubungan perawat-klien menunjukkan, bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar keperawatan.
b.      Breach of the duty – Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar profesinya. Contoh pelanggaran yang terjadi terhadap pasien antara lain, kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
c.       Injury – Seseorang mengalami cedera (injury) yang dapat dituntut secara hukum, misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat pelanggaran. Kelalalian nyeri, adanya penderitaan atau stres emosi dapat dipertimbangkan sebagai, akibat cedera jika terkait dengan cedera fisik.
d.      Proximate caused – Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terk dengan cedera yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang terjadi secara langsung berhubungan. dengan pelanggaran kewajiban perawat terhadap pasien).
C. Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakukan Kesalahan
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention errors). Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
a.       Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data atau informasi tentang pasien secara adekuat atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan, seperti data hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan berdampak pada ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan lebih lanjut akan mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar secara komprehensif dan mendasar.
b.      Planning errors, termasuk hal-hal berikut :
1.      Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya dalam rencana keperawatan.
2.      Kegagalan mengkomunikaskan secara efektif rencana keperawatan yang telah dibuat, misalnya menggunakan bahasa dalam rencana keperawatan yang tidak dimahami perawat lain dengan pasti.
3.      Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana keperawatan.
4.      Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien. Untuk mencegah kesalahan tersebut, jangan hanva menggunakan perkiraan dalam membuat rencana keperawatan tanpa mempertimbangkannya dengan baik. Seharusnya, dalam penulisan harus memakai pertimbangan yang jelas berdasarkan masalah pasien. Bila dianggap perlu, lakukan modifikasi rencana berdasarkan data baru yang terkumpul.
c.       Intervention errors, termasuk kegagalan menginteipretasikan dan melaksanakan tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan keperawatan secara hati-hati, kegagalan mengikuti/mencatat order/pesan dari dokter atau dari penyelia. Kesalahan pada tindakan keperawatan yang sering terjadi adalah kesalahan dalam membaca pesan/order, mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan tindakan/prosedur, memberikan obat, dan terapi pembatasan (restrictive therapy). Dari seluruh kegiatan ini yang paling berbahaya tampaknya pada tindakan pemberian obat. Oleh karena itu, perlu adanya komunikasi yang baik di antara anggota tim kesehatan maupun terhadap pasien dan keluarganya. Untuk menghindari kesalahan ini, sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan program pendidikan berkelanjutan (Continuing Nursing Education).

Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yaitu :
a.         Criminal malpractice Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana, yaitu :
1.    Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan tercela.
2.    Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intensional) misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP). Kecerobohan (reklessness) misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent. Atau kealpaan (negligence) misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi. Pertanggungjawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada badan yang memberikan sarana pelayananjasa tempatnya bernaung.
b.        Civil malpractice Seorang tenaga jasa akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga jasa yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain :
1.    Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
2.    Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya.
3.    Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
4.    Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan. Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle ofvicarius liability. Dengan prinsip ini maka badan yang menyediakan sarana jasa dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya selama orang tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
c.         Administrative malpractice Tenaga jasa dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala orang tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kena, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
D. CONTOH MALPRAKTEK KEPERAWATAN DAN KAJIAN ETIKA HUKUM
Pasien usia lanjut mengalami disorientasi pada saat berada di ruang perawatan. Perawat tidak membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan keamanan pasien dengan memasang penghalang tempat tidur. Sebagai akibat disorientasi, pasien kemudian terjatuh dari tempat tidur pada waktu malam hari dan pasien mengalami patah tulang tungkai
Dari kasus diatas , perawat telah melanggar etika keperawatan yang telah dituangkan dalam kode etik keperawatan yang disusun oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia dalam Musyawarah Nasionalnya di Jakarta pada tanggal 29 Nopember 1989 khususnya pada Bab I,  pasal 1, yang menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap klien (individu, keluarga dan masyarakat).dimana perawat tersebut tidak melaksanakan tanggung jawabnya terhadap klien dengan tidak membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan kemanan pasien dengan tidak memasang penghalang tempat tidur.
Selain itu perawat tersebut juga melanggar bab II pasal V,yang bunyinya Mengutamakan perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan tugas, serta matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-tugaskan tanggung jawab yang ada hubungan dengan keperawatan dimana ia tidak mengutamakan keselamatan kliennya sehingga mengakibatkan kliennya terjatuh dari tempat tidur dan mengalami patah tungkai. Disamping itu perawat juga tidak melaksanakan kewajibannya sebagai perawat dalam hal Memberikan pelayanan/asuhan sesuai standar profesi/batas kewenangan.
E. MALPRAKTEK SERTA GUGATANNYA
a. Malpraktik Medik
Istilah malpraktik adalah istilah yang umum, tentang kesalahan yang dilakukan oleh profesional dalam menjalankan profesinya. Namun akhir-akhir ini, kalau dibicarakan mengenai malpraktik, pasti yang dibicarakan adalah tentang kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh TK terhadap pasien. Malpraktik yang dilakukan oleh TK, dikenal sebagai malpraktik medik (medical malpractice). Seorang advokat pun dapat melakukan malpraktik, bahkan ekstrimnya, seorang imam pun dapat melakukan malpraktik, karena advokat dan imam, dalam melakukan pekerjaannya dapat digolongkan sebagai profesional. Pengertian malpraktik secara umum di atas menyebutkan adanya kesembronoan (professional misconduct) atau ketidakcakapan yang tidak dapat diterima (unreasonable lack of skill) yang diukur dengan ukuran yang terdapat pada tingkat keterampilan sesuai dengan derajat ilmiah yang lazimnya dipraktikkan pada setipa situasi dan kondisi di dalam komunitas anggota profesi yang mempunyai reputasi dan keahlian rata-rata.
Malpraktik medik dalam proses pengadilan memerlukan penentuan tentang kelalaian dalam teori pertanggungjawaban hukum. Kemudian pertanggungjawaban hukum selalu menuntut dipenuhinya unsur-unsur dari perbuatan melanggar hukum, yang dimulai dengan adanya kewajiban dokter terhadap pasien di dalam hubungan dokter-pasien; adanya cedera yang dapat dimintakan ganti ruginya; adanya hubungan kausal antara pelanggaran terhadap standar pelayanan dan kerugian yang dituntut. Dimaksudkan dengan maltreatment adalah pemberian pelayanan pengobatan dan perawatan yang tidak pantas atau yang tidak dilakukan dengan keterampilan. Hal ini dapat saja dilakukan karena kesembronoan, kelalaian atau kesengajaan.
Ukuran dari terjadinya professional misconduct atau unreasonable lack of skill tersebut di atas, adalah yang dikenal dengan ukuran (standar) profesi. Pengertian tentang standard of care, menyebutkan adanya derajat pemeliharaan dari orang yang hati-hati akan diberikan dalam situasi dan konsisi yang sama. Apabila profesional memberikan pelayanan di bawah standar, maka profesional harus memberikan ganti rugi atas cedera yang diakibatkannya. Selain itu para profesional juga dituntut untuk memenuhi ukuran keterampilan rata-rata sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan yang umum. Akhir-akhir ini ada kecenderungan umum yang memberikan pengertian dari malpraktik medik, yakni apabila seorang dokter tidak dapat menyembuhkan pasien sebagai perbuatan malpraktik. Bahkan lebih parah lagi, apabila seorang pasien meninggal dunia, di dalam proses pengobatan di rumah sakit, maka telah terjadi malpraktik medik. Jelas di dalam malpraktik terdapat unsur yang sangat penting adalah adanya kelalaian (negligence), yang seringkali pula disalahartikan. Jelas untuk dapat menentukan adanya malpraktik medik yang menimbulkan tanggungjawab medik, maka unsur utamanya adalah adanya kelalaian (negligent). Kelalaian dalam arti yang umum adalah adanya kekurang hati-hatian yang dilakukan dalam situasi dan kondisi yang sama. Apabila pasien tidak dapat menentukan kekurang hatian-hatian yang bagaimana yang dilakukan oleh TK, maka tidak ada kasus. Pengertian kelalaian seperti yang dikutip dari Blacks Law Dictionary, secara panjang
lebar merumuskan apa yang dimaksudkan dengan kelalaian secara umum. Terdapat masih sangat banyak pengertian khusus mengenai kelalaian dikaikan dengan bidangnya masing-masing.
b. Ganti Rugi Akibat Malpraktik
Secara Umum Dalam melaksanakan pengabdiannya, tidak selamanya RS dapat memberikan hasil sebagaimana diharapkan semua pihak. Adakalanya layanan tersebut justru menimbulkan malapetaka; seperti cacat seumur hidup, lumpuh, buta, tuli atau bahkan meninggal dunia. Namun RS tidak perlu merasa khawatir sebab sepanjang yang dilakukannya sudah benar (sesuai standar yang berlaku) maka adverse events yang terjadi hanya bisa dianggap sebagai bagian dari risiko medik atau sebagai sesuatu yang tak mungkin dihindari, sehingga RS tidak seharusnya bertanggunggugat atas kerugian yang dialami pasien, materiel maupun immateriel. Lain halnya apabila adverse events terjadi karena error yang benar-benar dapat dikaitkan dengan malpraktik; baik yang bersifat kesengajaan (intensional), kecerobohan (recklessness) maupun kealpaan (negligence). Ganti rugi oleh UU Kesehatan, dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi setiap orang atas sesuatu akibat yang timbul, baik fisik maupun non-fisik. Kerugian fisik adalah kerugian karena hilangnya atau tidak berfungsinya seluruh atau sebagian organ tubuh, yang dalam bahasa hukum disebut kerugian materiel. Sedangkan kerugian non-fisik adalah kerugian yang berkaitan dengan martabat seseorang, yang dalam bahasa hukumnya disebut kerugian immateriel. Jenis tanggunggugat menurut hukum perdata antara lain:
a.       Contractual liability Tanggung gugat jenis ini muncul karena adanya ingkar janji, yaitu tidak dilaksanakannya sesuatu kewajiban (prestasi) atau tidak dipenuhinya sesuatu hak pihak lain sebagai akibat adanya hubungan kontraktual. Dalam kaitannya dengan hubungan terapetik, kewajiban atau prestasi yang harus dilaksanakan oleh health care provider adalah berupa upaya (effort), bukan hasil (result). Karena itu dokter hanya bertanggunggugat atas upaya medik yang tidak memenuhi standar, atau dengan kata lain, upaya medik yang dapat dikatagorikan sebagai civil malpractice.
b.      Liability in tort Tanggung gugat jenis ini merupakan tanggung gugat yang tidak didasarkan atas adanya contractual obligation, tetapi atas perbuatan melawan hukum. Pengertian melawan hukum tidak hanya terbatas pada perbuatan yang berlawanan dengan hukum, kewajiban hukum diri sendiri atau kewajiban hukum orang lain saja tetapi juga yang berlawanan dengan kesusilaan yang baik dan berlawanan dengan ketelitian yang patut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain. Konsep liability in tort ini sebetulnya berasal dari Napoleontic Civil Code Art.1382. Konsep ini sejalan dengan pasal 1365 KUH Perdata yang bunyi lengkapnya: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut”. Dengan adanya tanggung gugat ini maka RS atau dokter dapat digugat membayar ganti rugi atas terjadinya kesalahan yang termasuk katagori tort; baik yang bersifat intensiona atau negligence. Contoh dari tindakan RS atau dokter yang dapat menimbulkan tanggunggugat antara lain membocorkan rahasia kedokteran, eutanasia atau ceroboh dalam melakukan upaya medik sehingga pasien meninggal dunia atau menderita cacat.
c.       Strict liability Tanggung gugat jenis ini sering disebut tanggung gugat tanpa kesalahan (liability without fault) mengingat seseorang harus bertanggung jawab meskipun tidak melakukan kesalahan apa-apa; baik yang bersifat intensional, recklessness ataupun negligence. Tanggung gugat seperti ini biasanya berlaku bagi product sold atau article of commerce, dimana produsen harus membayar ganti rugi atas terjadinya malapetaka akibat produk yang dihasilkannya, kecuali produsen telah memberikan peringatan akan kemungkinan terjadinya risiko tersebut. Di negara-negara Common Law, produk darah dikatagorikan sebagai product sold sehingga produsen yang mengolah darah harus bertanggunggugat untuk setiap transfusi darah olahannya yang menularkan virus hepatitis atau HIV.
d.      Vicarious liability Tanggung gugat jenis ini timbul akibat kesalahan yang dibuat oleh bawahannya (subordinate). Dalam kaitannya dengan pelayanan medik maka RS (sebagai employer) dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang bekerja dalam kedudukan sebagai subordinate (employee). Lain halnya jika tenaga kesehatan, misalnya dokter, bekerja sebagai mitra (attending physician) sehingga kedudukannya setingkat dengan RS. Doktrin vicarious liability ini sejalan dengan Psl 1367, yang bunyinya: “Seseorang tidak hanya bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya”.


Tujuh prinsip kunci berikut ini untuk melengkapi 5 langkah proses keperawatan diatas  yang akan membantu melindungi perawat dan pasien secara legal. Dan sebagai tips menghindari mal praktek keperawatan. Prinsip tersebut antara lain:
·     Mengelola obat-obatan dengan benar
·     Memonitor melaporkan dan mencatat setiap perubahan yang terjadi pada kondisi pasien
·     Berkomunikasi secara efektif
·     Delegasi yang benar dan tanggung jawab.
·     Dokumen yang akurat, tepat waktu
·     Tahu kebijakan dan prosedur keperawatan yang ditetapkan rumah sakit dan lembaga keperawatan.
·     Gunakan peralatan dengan benar
Berikut ini akan dijabarkan:
1. Mengelola obat-obatan dengan benar
Kesalahan dalam mengelola obat-obatan membahayakan keselamatan pasien bahkan kematian. Selain itu juga  menyebabkan biaya perawatan membengkak (akibat perawatan tindaklanjut). Mengetahui administrasi obat merupakan unsur penting dalam standar praktek keperawatan untuk terapi obat. Sebelum memberikan obat sebaiknya memahami tujuan dan tindakan, dosis yang sesuai dengan kondisi pasien, rute administrasi, kemungkinan reaksi merugikan, dan kontraindikasi obat. Sebagai garis pertahanan terakhir agar terhindar dari kesalahan,  perawat juga harus tetap waspada untuk masalah-masalah di titik-titik lain dalam proses administrasi obat-obatan, termasuk memesan, membagi-bagikan, dan pelabelan obat. Jika Anda tidak terbisaa dengan hal ini sebaiknya periksa arus referensi obat atau meminta petunjuk (referensi) dari apotek.
Ketika pemberian obat, pastikan Anda mengikuti 5 hak dasar pemberian obat:
  • Hak pasien
  • Benar obat
  • Benar dosis
  • Tepat waktu
  • Administrasi yang benar
Kesalahan dalam 5 langkah dasar ini dapat membahayakan atau bahkan membunuh seorang pasien. Para ahli keamanan obat memandang kesalahan lima poin ini seperti fenomena puncak gunung es. Adapun kesalalahan lain dalam hal pengelolaan obat adalah kegagalan untuk memeriksa catatan administrasi obat-obatan. Untuk ketertiban (IDN) melarang penggunaan singkatan dalam administrasi obat yang bisa menyebabkan kesalahan pemberian obat atau dosis, penggunaan tulisan tangan seharusnya dapat terbaca oleh semua pihak atau profesi lain yang terkait dalam perawatan pasien yang menyeluruh.
Dalam hal ini (pemberian obat) sebaiknya tidak dilakukan sendiri guna pengecekan ganda terhadap pemberian obat pada pasien yang benar.  Satu perawat menyusun obat dan perawat lain secara independen menentukan bahwa obat, dosis, dan rute sudah benar, kemudian segera keduanya  menandatangani dan memasukkan rincian data di catatan medis. Ketika pemberian obat-obatan, ingatlah untuk menilai respon pasien terhadap obat tersebut. Suatu perubahan dalam rencana pengobatan mungkin diperlukan, tergantung pada respon pasien atau kurangnya respons.
2. Memonitor melaporkan dan mencatat setiap perubahan yang terjadi pada kondisi pasien
Sesuai  proses keperawatan, perawat terus-menerus menilai kondisi pasien . Setelah perawat  telah melakukan penilaian awal, membuat sebuah diagnosis, dan memprakarsai sebuah rencana perawatan, perawat harus terus mengevaluasi kondisinya dan mengkomunikasikan dengan efektif. Tanda-tanda dan gejala yang memburuk pada pasien segeralah mengkomunikasikan atau menyarankan guna memodifikasi rencana perawatan dan pengobatan. Dokumentasikan setiap perubahan yang terjadi pada pasien. Banyak tindakan hukum diajukan kepada pusat perawat karena dugaan kegagalan untuk memantau setiap perubahan dalam kondisi pasien yang membahayakan keselamatan maupun kerugian lain pada pasien. Dalam beberapa tuntutan hukum, perawat telah didakwa dengan kegagalan untuk berkomunikasi atau kurang tanggap dalam memonitor setiap perubahan kondisi pasien.
Contoh kasus Seorang wanita yang dirawat di rumah sakit dengan perut yang parah dan nyeri punggung bawah. Berdasarkan hasil tes, dokter mendiagnosa radang paru-paru lobus bawah kiri. Dokter memberikan antibiotik spektrum luas dan kondisinya membaik. Selang beberapa waktu detak jantung pasien meningkat, dan mulai mengalami sesak napas, Perawat tidak mengkomunikasikan atau menyaran kan kepada dokter perubahan kondisi pasien yang terjadi. Dua jam kemudian pasien meninggal.



3.    Berkomunikasi secara efektif
Selain memonitor setiap perubahan pada kondisi pasien, perawat juga  perlu berkomunikasi dengan jelas kepada pasien dan keluarga di setiap titik perawatan pasien. Keterampilan komunikasi yang baik sangat penting ketika :
  1. Mentransfer informasi dan tindakan perawatan pasien kepada rekan perawat atau  profesi lain yang terkait dengan pegobatan/perawatan pasien.
  2. Berbicara dengan dan mendidik pasien
  3. Berinteraksi dengan keluarga pasien atau pengunjung lainnya.
Komunikasi adalah jalan dua arah yang memerlukan keterampilan mendengarkan dan menjelaskan dengan baik. Mendengarkan dengan hati-hati kepada anggota keluarga, yang mungkin menjadi orang pertama yang tahu persis mengenai kondisi masalah pada pasien. Dalam hal ini penting juga tersedia petugas penerjemah apabila terjadi kendala bahasa. Komisi Gabungan telah menetapkan standar untuk komunikasi ketika salah satu pengasuh perawatan pasien transfer/merujuk ke pengasuh lain. Menurut Komisi Bersama persyaratan, tanggung jawab perawat harus memberikan seluruh informasi yang tepat tentang kondisinya, tindakan perawatan/ pengobatan yang telah dilakukan, rencana pengobatan/perawatan, dan informasi lainnya yang akan membantu perencanaan keperawatan berikutnya. Mengharuskan standar komunikasi selama proses transfer perawatan bersifat interaktif sehingga kedua belah pihak dapat mengajukan pertanyaan maupun interupsi. Sebuah cara mudah untuk diingat tentang cara menginformasikan/mendiskusikan perawatan adalah teknik “SBAR”. (Sittuation, Bankground, Assesment, dan Recommendation). S ituation. (Identifikasi data pasien dengan  jelas termasuk keluarga pasien  no. telpon yang bisa dihubungi untuk mencari informasi sehubungan dengan keadaan pasien. B ackground. (Menyediakan  riwayat kesehatan yang signifikan dengan singkat, termasuk tes atau perawatan yang telah dilakukan, atau perubahan pasien dari kondisi sebelumnya.)  A ssessment. (Jelaskan kondisi pasien saat ini.)  R ecommendation. (Diskusikan rencana perawatan untuk pasien selanjutnya). Jika Anda menerima pasien baru, pastikan untuk mendapatkan semua informasi ini dari perawat sebelumnya.
Selain melaporkan perubahan pada kondisi pasien, perawat juga bisa bertindak sebagai advokat pasien. Karena perawat menghabiskan sebagian besar waktu dengan pasien, Perawat sering mendengar tentang keluhahan-keluhan pasien juga tentang ketidakpuasan pasien sehubungan dengan tindakan keperawatan atau pengobatan.
4.        Delegasi yang benar dan tanggung jawab.
Ketika akan mendelegasikan tindakan perawat kepada petugas (asisten) harus pada orang yang tepat dan memiliki keterampilan dan kompetensi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan pasien. Walupun sudah dideligasikan  anda masih bertanggung jawab atas perawatan pasien, dan mengawasi.
Mendelegasikan dengan aman, kepada orang yang tepat, sesuai dengan tugas/keterampilan, situasi yang tepat, arah yang benar, dan pengawasan. Dan sebaiknya memahami prosedur pendelegasian yang telah di setujui/diakui oleh dewan.
Orang yang tepat : mengacu pada  perawat berlisensi . Anda harus memahami kualifikasi dan kompetensi staf Anda.
Tugas yang tepat adalah salah satu yang dapat dengan aman didelegasikan untuk pasien tertentu pada waktu tertentu. Bisaanya, tugas-tugas yang aman adalah yang sering kambuh dalam perawatan pasien; hanya prosedur standar dan memiliki risiko minimal dan hasil yang dapat diprediksi. Jangan mendelegasikan tugas-tugas kompleks yang memerlukan penilaian atau tindakan yang harus dilakukan oleh seseorang perawat berlisensi.
Untuk menentukan situasi yang tepat, mempertimbangkan semua faktor yang relevan, termasuk ketepatan pasien, kondisi pasien saat ini, apa yang normal bagi pasien, dan sumber daya yang tersedia. Bahkan tugas yang sesuai dengan kriteria untuk tugas yang tepat. Memberikan arah yang benar berarti memberikan informasi yang jelas, deskripsikan dengan singkat dan jelas tentang tugas yang akan didelegasikan, termasuk batas-batas tujuan dan harapan. Pengawasan : mengetahui kualifikasi dan kompetensi staf Anda, mengetahui hasil tugas yang didelegasikan, dan mengevaluasi kinerja.
5. Dokumentasi yang akurat, tepat waktu
Dokumen yang akurat, tepat waktu dalam catatan medis pasien sangat penting untuk alasan-alasan ini:
  • Catatan medis adalah suatu dokumen hukum yang disyaratkan oleh undang-undang dan peraturan negara.
  • Sarana komunikasi antara pihak keluarga yang menjamin, perawat , dokter dan profesi lain guna kesinambungan layanan.
  • Digunakan untuk pendidikan dan penelitian.
  • Digunakan untuk mendukung klaim penggantian asuransi.
  • Sebagai bukti dalam proses hukum untuk membuktikan apakah perawatan yang diberikan sesuai standar hukum perawatan.
Kebijakan kelembagaan mengenai bentuk dan prosedur dokumentasi biasanya terperinci yang yang berisi aturan pendokumentasian, bagaimana membuat entri yang terlambat, dan bagaimana memperbaiki kesalahan dalam entri data. Kecerobohan dalam hal pendokumentasian  mengakibatkan inkonsistensi; pada gilirannya akan membahayakan keselamatan pasien dan menciptakan masalah hukum jika catatan berakhir di pengadilan. Terlepas dari itu juga membuat kesan  negatif terhadap perawat yang profesional.
6. Tahu kebijakan dan prosedur keperawatan yang ditetapkan rumah sakit dan lembaga keperawatan.
Kebijakan dan prosedur kelembagaan juga menetapkan standar keperawatan perawatan diselenggarakan untuk di pengadilan. Kebijakan prosedur  perawatan pasien harus didasarkan pada saat ini dan diakui secara legalitas, harus diperbarui secara berkala, dan harus realistis. Setiap penyimpangan dari kebijakan atau prosedur perawatan yang telah ditetapkan merugikan pasien. Sebagai contoh  pasien harus dilakukan pengukuran diukur ‘tanda-tanda vital setiap 4 jam.  Kebijakan rumah sakit mungkin memberikan toleransi yang menyatakan dalam waktu 4 jam atau setiap 4 jam plus atau minus 10 menit dilakukan pengukuran tanda-tanda vital.
7. Gunakan peralatan dengan benar
Sebagai perawat, Anda memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa Anda telah menerima pelatihan yang memadai tentang penggunaan peralatan kesehatan. Anda harus memahami tujuan penggunaan peralatan itu, tahu bagaimana menjalankannya dengan baik, dan mengikuti kebijakan dan prosedur tentang cara penggunaan peralatan tersebut dengan baik. Pernah mencoba menggunakan peralatan tersebut. Dan bisa membedakan alat tersebut dalam kondisi baik atau rusak.



BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
E Malpraktik bersifat sangat kompleks
E Perawat diperhadapkan pada tuntutan pelayanan profesional.
E Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan malpraktik. Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang, misalnya perawat, dokter, atau penasihat hokum
E untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila pengguagat dapat menunujukkan hal-hal dibawah ini :
a.       Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu, kewajiban mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi.
b.      Breach of the duty – Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar profesinya.
c.       Injury – Seseorang mengalami cedera (injury) atau kerusakan (damage) yang dapat dituntut secara hukum
d.      Proximate caused – Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terk dengan cedera yang dialami pasien.
E Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan yaitu tahap pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention errors).
E yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yaitu
Ø  Criminal malpractice
Ø  Civil malpractice
Ø  Administrative malpractice
 B. SARAN
*      dalam memberikan pelayanan keperawatan , hendaknya berpedoman pada kode etik keperawatan dan mengacu pada standar praktek keperawatan
*      perawat diharapkan mampu mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention errors) sehigga nantinya dapat menghindari kesalahan yang dapat terjadi
*      perawat harus memiliki kredibilitas tinggi dan senantiasa meningkatkan kemampuannya untuk mencegah terjadinya malpraktek





DAFTAR PUSTAKA

Indrawijaya, Adam I. 1999. Organisasi Perilaku. Bandung : Sinar Baru Algensindo.
Ismani dkk. 2002. Etika Profesi Keperawatan. Depok : Mahkota Raya.
Poedjawiyatna. 2003. Etika Filsafat Tingkah Laku. Jakarta : Rineka Cipta.
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperwatan. Jakarta : EGC.
Samil dkk.1994. Etika Kedokteran Indonesia. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI.
Soeparto dkk. Etik dan Hukum di Bidang Kesehatan. Surabaya: Komite Etik Rumah Sakit, RSUD Dr. Soetomo
Achadiat, Chrisdiono M.2006. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran dalam Tantangan Zaman. Jakarta: EGC.
Guwandi, 2005, Rahasia Medis, Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Guwandi, 2007, Hukum Medic (Medical Law


Tidak ada komentar:

Posting Komentar